INTERMEZZO
PERTAMA. Belajarlah Meragukan, Sebelum Kamu Percaya.
“Keyakinan tanpa keraguan adalah kepercayaan atau fanatisme yang dibungkus dengan kepastian palsu.”
Filsuf René Descartes memulai pemikirannya dengan keraguan: “Cogito, ergo sum”—Aku berpikir, maka aku ada. Logika yang tajam lahir dari keberanian untuk meragukan, bukan dari keinginan untuk segera meyakini.
Contoh: Saat membaca berita viral, jangan langsung percaya. Tanyakan atau check dulu: Siapa sumbernya? Apakah dari sumber yang bisa dipercaya? Apa tujuannya? Mengapa ini dibagikan sekarang?
Pernahkah kamu tertipu karena terlalu cepat percaya suatu berita?
KEDUA. Pisahkan Fakta dari Opini.
“Kebingungan manusia modern bukan karena kekurangan informasi, tetapi karena gagal membedakan yang nyata dari yang dibentuk.”
Fakta adalah kenyataan. Opini adalah interpretasi. Logika kritis dilatih ketika kita belajar memilah antara “apa yang terjadi” dengan “apa yang dikatakan tentang yang terjadi.” Hindari juga "fear mongering" yaitu cara untuk menakut-nakuti seseorang dengan cara melebih-lebihkan fakta, sehingga menjadi banyak bias, dan bahkan menjadi berbohong.
Contoh: Kalimat “Harga sembako naik membuat rakyat menderita” adalah opini. Faktanya: “Harga beras naik 10% dalam 3 bulan terakhir.”
Berapa sering kamu terkecoh oleh opini yang dibungkus seolah fakta?
KETIGA. Latih Diri Mendeteksi Sesat Pikir (Logical Fallacy).
“Ketika kata-kata disusun bukan untuk mencari kebenaran, tetapi untuk mengelabui, maka logika harus menjadi pelindungmu.”
Argumentasi yang salah bisa terlihat meyakinkan. Jika kamu tak mengenali sesat pikir, kamu bisa dibohongi dengan retorika yang cerdas tetapi cacat logika. Fokuslah pada substansi diskusi atau debat, dan jangan pernah menyerang masalah-masalah pribadi yang tidak relevan dengan topik diskusi atau debat.
Contoh: “Kalau kamu tidak setuju dengan kebijakan ini, berarti kamu anti kemajuan.” Atau, "Jika kamu tidak mendukung si Fulan, berarti kamu pembenci dia." Ini false dilemma, seolah hanya ada dua pilihan padahal kenyataannya kompleks.
Pernah melihat debat yang pintar tetapi sebenarnya menyesatkan?
KEEMPAT. Biasakan Bertanya “Mengapa?” Lebih dari Sekali.
“Filsuf bukanlah orang yang tahu segalanya, tetapi orang yang tak pernah berhenti bertanya.”
Pertanyaan “kenapa” adalah kunci berpikir kritis. Dengan bertanya secara berlapis, kamu akan sampai pada akar alasan, bukan hanya cabang asumsi.
Contoh: “Mengapa aku memilih pekerjaan ini?” Karena butuh uang. “Mengapa uang penting?” Untuk hidup. “Apa sebenarnya makna hidup itu sendiri?” Tahap ini mungkin bisa mengubah tujuan hidupmu dan juga mungkin cara berpikirmu.
KELIMA. Berpikir Sebab-Akibat, Bukan Sebab-Selera.
“Logika menghubungkan titik-titik kebenaran, sedangkan hawa nafsu hanya menarik garis menuju pemuasan keinginan pribadi.”
Analisis kritis butuh hubungan sebab-akibat yang jelas. Banyak orang menyimpulkan sesuatu hanya karena mereka ingin itu nampak benar.
Contoh: “Dia sukses karena berdoa.” Apakah hanya itu faktornya? Bagaimana dengan kerja keras, membangun jaringan, atau strategi?
KEENAM. Berlatih Menulis untuk Menjernihkan Pikiran.
“Pikiran yang kusut sering kali bisa dibersihkan dengan pena.”
Menulis memaksa kita menyusun logika. Pikiran yang abstrak jadi konkret. Ide liar menjadi terstruktur. Filsuf seperti Marcus Aurelius menulis catatan hariannya untuk menjaga kejernihan berpikir.
Contoh: Ambil satu isu sosial. Tulis pendapatmu dalam 300 kata. Apakah kamu bisa menjelaskannya dengan runut? Kalau tidak, mungkin kamu belum benar-benar memahaminya.
KETUJUH. Diskusikan dengan Orang yang Tidak Sependapat.
Logika tak tumbuh dalam gema, tetapi dalam "gesekan", bahkan "pertengkaran”, pertengkaran pikiran.
Berani berbeda pendapat adalah cara melatih ketajaman. Tetapi bukan untuk menang, melainkan untuk memahami perspektif lain dan mempertajam argumen sendiri.
Coba diskusikan pandanganmu dengan teman yang perspektif atau ideologinya berbeda. Jangan menyerang, dengarkan. Itu bukan perdebatan, tetapi latihan logika.
Apakah kamu mempunyai teman yang selalu bisa mengasah pikiran dan logikamu lewat diskusi?
“Logika adalah cahaya yang menuntun kita ke luar dari kabut kepalsuan.”
Kalau kau ingin berpikir tajam, tidak cukup hanya membaca banyak — tanyakan lebih dalam, tulis secara jernih, dan berani berbeda (namun dengan beretika). Logika tak bisa diwariskan, ia harus ditempa dalam proses berpikir yang jujur dan tekun.
KEDELAPAN. Tanyakan dengan jernih kepada dirimu sendiri: "Apa sebenarnya hambatan atau tantangan terbesar kamu agar mampu bersikap dan berpikir kritis?" Salam berpikir kritis.
*Copas dari grup WA*